ANALISIS ASAM AMINO
DENGAN METODE High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Oleh :
Alim Sethiti (135080301111030)
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam protein terdapat 20 asam amino utama yang
berperan sebagai pembangun. Masing - masing asam amino berbeda satu dengan yang
lain pada rantai sampingnya atau gugus R. Asam amino yang dapat disintesis
sendiri oleh makhluk hidup disebut asam amino non-esensial, sedangkan asam
amino yang tidak dapat disintesis sendiri dan harus diperoleh dari makanan
disebut asam amino esensial (Toha, 2001).
Kromatografi adalah suatu istilah umum
yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas
partisi sampel diantara suatu rasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan
rasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu
Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan
pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4).
lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang
berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T.
Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum,
namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan
tentang proses kromatografi.
Analisis profil protein yang dilakukan meliputi penentuan
kadar dan bobot molekul protein, sedangkan analisis asam amino dilakukan dengan
menggunakan HPLC (Utami, 2012; Rutherfurd and Dunn, 2011). Asam Amino
dianalisis menggunakan HPLC. Prinsip analisis asam amino ini adalah asam amino
dari protein dibebaskan melalui hidrolisis dengan HCl 6 N. Hidrolisat
dilarutkan dengan buffer sodium sitrat dan masing-masing asam amino tersebut
akan dipisahkan dengan menggunakan HPLC. Sebelum dilakukan proses hidrolisis
terlebih dahulu dilakukanekstraksi protein dengan menggunakan metode Kjeldahl.
(AOAC, 2005).
Akhir-akhir ini analisis asam amino lebih sering
menggunakan kromatografi cair dengan kinerja tinggi atau yang lebih dikenal
dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
(Muchtadi 1989). Kromatografi cair merupakan teknik pemisahan yang cocok
digunakan untuk memisahkan senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan, seperti
asam amino, peptida dan proteinKromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan
salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru
yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan
atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya
II. PEMBAHASAN
2.1 Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) / HPLC
Pengenalan teknik kromatografi cair
kinerja tinggi, atau HPLC membuka dimensi baru dalam analisis protein, peptida
dan asam amino, terutama dari segi efektivitas pemisahan, kecepatan analisis
dan sensitivitas deteksi. Hal ini karena dengan HPLC campuran analit dapat
dipisahkan secara langsung dalam kolom yang sesuai, seperti dalam metoda
analisis asam amino. Dalam metoda ini digunakan kolom penukar ion (kation)
resin polistiren tersulfonasi dalam bentuk Na(+). Asam amino yang dilarutkan
dalam dapar pH 2.2, sehingga terdapat dalam bentuk kation dengan muatan positif
. Asam amino ini akan mendesak dan menggantikan ion Na yang terikat pada resin.
Kekuatan ikatan elektrostatik ini bervariasi sesuai dengan perbedaan derajat
ionisasi masing-masing asam amino.
Apabila sebagai eluen digunakan larutan
dapar dengan pH 3, asam amino yang bersifat basa, seperti lisin, arginin dan
histidin, akan tetap terikat kuat pada resin karena ikatan elektrostatik yang
kuat, sedangkan asam amino yang bersifat asam, seperti asam glutamat dan asam
aspartat, karena ikatan elektrostatik dengan gugus sulfonat pada resin lemah,
akan terlepas dan terelusi keluar dari kolom. Dengan menaikkan pH secara
bertahap dan pengaturan konsentrasi NaCl dalam eluen, masing-masing asam amino
akan terpisah dan terelusi dari kolom dengan waktu retensi yang berbeda-beda.
Asam aspartat akan terelusi paling awal dan arginin akan terelusi paling akhir.
Identifikasi asam amino yang telah
terelusi dari kolom dapat dilakukan terhadap gugus -NH2 (amin primer), dengan
derivatisasi pasca kolom menggunakan pereaaksi ninhidrin dalam suasana alkalis
pada temperatur 100
.Hasil
reaksi antara asam amino dan ninhidrin ini secara visual berwarna ungu, yang
dapat digunakan sebagai dasar pengukuran spektofotometri pada panjang gelombang
serapan maksimum di sekitar 570 nm. Pengukuran serupa harus dilakukan pula pada
440 nm, karena hasil reaksi antara asam amino (prolin hidroksi prolin) dengan
ninhidrin merupakan senyawa berwarna kuning dengan panjang gelombang serapan maksimum
disekitar 440 nm.

Derivatisasi dalam HPLC bertujuan untuk mengubah
analit menjadi bentuk yang dapat terdeteksi oleh sistem detektor yang
digunakan, sesuai dengan sensitivitas yang diperlukan. Untuk mendapatkan
sensitivitas dan selektivitas yang tinggi digunakan detektor
spektrofluorometer. Dalam hal ini derivatisasi dilakukan supaya didapat senyawa
yang berfluoressensi kuat. Derivatisasi asam amino dengan o-ftalaldehid
(OPA) atau dengan 1-dimetilaminonaftalen-5-sulfonil klorida (dansil klorida)
sering dilakukan secara pra- kolom maupun pasca-kolom.
2.2 Analisis asam amino dengan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography)
Analisis asam amino dengan metode HPLC mempunyai 2
tahap prosedur yaitu : Pertama pembuatan pereaksi OPA (ortho-phtalaldehyde), OPA 50
mg, metanol 4 ml, mercaptoemetanol 0,025 ml, brij 30% 0,050 ml, buffer borak
0,5 M, pH 10,4. Kedua dengan dilakukan fase mobile A yang terdiri NA acetat
hidrat 2 g, metanol 90 ml, NA EDTA 0,5 g, THF 10 ml. Dicampur dengan air HP
menjadi 1 liter dengan labu ukur kemudian diatur pH menjadi 6,5 dengan NaOH.
Selanjutnya fase mobile B yang terdiri Metanol 95%, Kedua fase mobile disaring
dengan saringan membran 0,45μl (Anwar Nur et al, 1992).
Selanjutnya dilakukan preparasi sampel. Masukkan
sampel yang mengandung 3 mg protein kedalam tabung ulir, lalu tambahkan 1 ml
HCl 6 N. Hidrolisis dengan memanaskan tabung dalam oven dengan suhu 1100C
selama 24 jam lalu dinginkan sampel, kemudian saring sampel dengan suntered
glass, bilas beberapa kali dengan HCl 0,01 N. Keringkan dengan vacum
evaporator. Larutkan kembali sampel yang dikeringkan dengan 5 ml HCl 0,01 N.
setelah semuanya selesai maka sampel sudah siap disuntikkan kedalam HPLC.
Cara injeksi sampel kedalam HPLC yaitu : Sampel yang
sudah siap ditambahkan kalium borak dengan perbandingan 1:1, kedalam vial
kosong dimasukkan 5 μl sampel diatas kemudian ditambah 25 μl pereaksi OPA,
biarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Injeksikan
sampel kedalam HPLC sebanyak 5 μl kemudian tunggu sampai pemisahan asam amino
selesai, waktu yang diperlukan sekitar 30 menit.
2.3
Komponen pada HPLC

Gambar
1. Komponen HPLC
Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu
cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja
konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement).
Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan
pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut
teratur (pulsating),oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam
elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil,
bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran
reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut,
tetapi reservoirnya terbatas.
Injektor (injector)
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian
ujung kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua
model umum :
a. Stopped Flow
b. Solvent Flowing
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja
atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa
digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan resolusi tidak dipengaruhi
b.
Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat
digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan
dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair.Partikel kecil dari septum yang
terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk
menginjeksi volume lebih besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara automatis
(dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat
diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam loop pada
kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuK ke dalam
kolom.
Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi.
Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan
kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :
a. Kolom analitik : Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom
tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang
yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30
cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih
besar dan panjang kolom 25 -100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel
dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan
temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan
kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang
digunakan (Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC;
Ion Exchange Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC).
Detektor (Detector) .
Suatu detektor dibutuhkan untuk
mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan
menghitung kadamya (analisis kuantitatif).Detektor yang baik memiliki
sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier
yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang
rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak
selalu dapat diperoleh.
Detektor KCKT yang umum digunakan adalah
detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi
banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga
digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya
kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya
antara lain:
Detektor Fluorometer -Detektor Spektrofotometer Massa
Detektor lonisasi nyala -Detektor Refraksi lndeks
Detektor Elektrokimia -Detektor Reaksi Kimia
Data Processor
Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan
dicatat sebagai puncak – puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.
2.4
Kelebihan
dari Metode HPLC / KCKT
KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik
kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak
kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya Kelebihan itu
antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah
melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari
terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis, Resolusi yang baik,
dapat digunakan bermacam-macam detektor, Kolom dapat digunakan kembali dan
mudah melakukan "sample recovery"
KESIMPULAN
Untuk menganalisis protein terutama uji analisa asam
amino dapat dilakukan dengan berbagai metode namun metode yang lebih modern dan
banyak digunakan adalah dengan metode HPLC, karena metode ini lebih banyak kelebihannya
dari pada metode lain. Metode HPLC memiliki beberapa komponen didalamnya seperti pompa, injektor,
kolom, detektor dan data prossecor.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Nur. M. H. Adijuwana, Kosasih. 1992.
Teknik Laboratorium. Dep. Pendidikan, dan Kebudayaan Ditjen DIKTI. Pusat
antar Universitas Ilmu Hayat Institute Pertanian Bogor.
[AOAC]
Association of Official Analitical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical
Chemist18th Edition. Gaithersburg, USA: AOAC International.
Muchtadi,
D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Rutherfurd, S.M., and Dunn, B.M., 2011, Quantitative Amino Acid Analysis. Curr
Protoc Protein Sci. Chapter 3: unit 3:2. John Wiley & Sons., Inc.
Doi:10.1002/0471140864.
Sumarno.,
dkk. 2002. ESTIMASI KADAR PROTEIN DALAM BAHAN PANGAN MELALUI ANALISIS NITROGEN TOTAL DAN ANALISIS ASAM
AMIN. Univeraitas Gajah Mada
: Majalah Farmasi Indonesia
13(1), 34 –43, 2002
Toha,
A. H. 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar