Sabtu, 03 Oktober 2015

Paper

Ekstrak Rumput Laut sebagai Antibakteri terhadap Bakteri Penyabab Penyakit Kulit

Alim Sethiti*

*Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya



Abstrak
Dengan munculnya berbagai bakteri baru, terutama bakteri penyebab penyakit kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan Micrococcus luteus maka suatu penelitian menemukan kandungan bioaktif alami pada golongan makro alga atau yang sering dikenal masyarakat dengan nama rumput laut. Rumput laut memiliki suatu senyawa aktif yang terkandung didalamnya yang mampu menjadi senyawa antibakteri terhadap jenis bakteri penyebab penyakit kulit tersebut. Pengolahan senyawa aktif ini didapat dengan cara ekstraksi kasar rumput laut yang di uji dengan uji Aktivitas Bakteri, Uji Kualitatif, dan Uji Fitokimia. Ternyata rumput laut jenis Sarggasum sp ini memiliki kandungan aktif seperti Alkaloid, Flavonoid, Steroid/triterpenoid, dan Tanin. Senyawa aktif inilah yang mampu menjadi senyawa antibakteri pada rumput laut.
Kata Kunci : Rumput laut, antibakteri, senyawa bioaktif, ekstraksi.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim yang hampir seluruh wilayahnya berupa lautan. 2/3 dari luas wilayah Indonesia merupakan lautan sehingga Indonesia sangat kaya akan sumber daya ikannya. Salah satu sumber daya perikanan Indonesia yang akan dibahas adalah Rumput Laut. Rumput laut atau biasa yang dikenal sebagai makro alga laut ini sangat besar sekali potensi dan manfaatnya sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetik, dan bahan dasar pangan seperti bahan dasar pembuatan agar-agar. Rumput laut tersebut masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal bahkan sering dianggap sebagai sampah yang beserakan dan penggangu bagi nelayan yang akan berlayar padahal rumput laut ini memiliki komponen bioaktif yang cukup tinggi (Yulianto, 2007). Dalam dunia medis rumput laut masih jarang sekali dimanfaatkan, padahal jika diteliti rumput laut ini memiliki senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab penyakit kulit.
Tentunya bukan hanya sebagai antibakteri saja, senyawa aktif lain yang ada pada rumput laut ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai antitumor, antikanker, antifungi, dan herbisida. Namun, tidak semua jenis rumput laut yang memiliki senyawa aktif seperti ini hanya beberapa jenis saja seperti rumput laut merah maupun coklat. Menurut Kordi (2010), masyarakat di daerah pesisir selalu memanfaatka rumput laut sebagai penanganan obat luar, salah satunya sebagai bahan antiseptik yang alami dan aman. Selain itu, rumput laut juga sering digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit seperti penyakit gondok, batu empedu, penurun panas, dan eksim.
Seiring dengan meningkatnya resisten terhadap bakteri di dunia terutama di dunia medis, maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan jenis obat baru yang mana merupakan sumber antibakteri. Sumber antibakteri ini terkadang terdapat pada suatu tumbuhan yang kaya akan senyawa bioaktif yaitu rumput laut. Senyawa bioaktif dari rumput laut ini dapat dimanfaatkan dengan cara ekstraksi, yaitu pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut kedalam pelarut. Menurut Houghton dan Raman (1998), ekstraksi dengan penggunaan pelarut dilakukan dengan cara mencampurkan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut selama waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat terhadap residu bahan yang diekstrak.
Penelitian terhadap rumput laut ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri terhadap jenis bakteri tertentu seperti uji terhadap P. aeruginosa, S. epidermidis, dan M. luteus dengan menggunakan ekstrak kasar rumput laut dan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak rumput laut dengan menggunakan uji Fitokimia. Menurut Anon (2004), jenis rumput laut  U. fasciata atau yang biasa disebut sebagai sea vegetabel (sayur laut) ini bermanfaat sebagai obat antifungi, antibakteri, dan antihipertensi.

PEMBAHASAN
Bahan yang digunakan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain :
1.      Caulerpa serrulata (alga hijau)
2.      Euchema cottoni (alga merah)
3.      Gracilaria verrucosa (alga merah)
4.      Sargassum crassitolium (alga coklat)
5.      Bakteri P. aeruginosa
6.      Bakteri P. epidermidis
7.      Bakteri M. luteus
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah Eksperimental laboratories, data di analisis secara deskriptif, pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling purposif.

Pengolahan Rumput Laut
Rumput laut yang didapat dipisahkan berdasarkan jenisnya lalu disimpan didalam kantong plastik. Rumput laut dibersihkan dengan cara disortasi basah lalu di cuci dengan air yang mengalir. Setelah dibersihkan, rumput laut dikeringkan jangan sampai terkena cahaya matahari karena akan merusak senyawa aktif secara langsung dalam rumput laut. Rumput laut dikeringkan dengan cara di angin-anginkan saja. Setelah kering rumput laut diblender samapai jadi serbuk yang kasar.

Ekstraksi
Untuk mendapatkan metabolit sekunder dilakukan dengan cara ekstrasi yaitu dengan cara ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut seperti n-hexane, etil asetat, dan metanol. Serbuk rumput laut yang didapat dari blender, masing-masing direndam selama 24 jam dengan menggunakan n-hexane. Setelah 24 jam, larutan tersebut difilter dan dipisahkan dari ampasnya dengan penyaringan. Setelah ampas rumput laut didapat dan benar-benar telah dihilangkan larutan n-hexane maka ampas selanjutnya di rendam kembali selama 24 jam dengan menggunakan etil asetat. Begitu seterusnya sampai menggunakan pelarut metanol. Lalu setelah filtrat diproses segera diuapkan dengan menggunakan vacum evaporator dengan suhu 40.
Hasil ekstraksi rumput laut menunjukan bahwa berat ekstrak rumput laut pada larutan n-hexane seberat 1,28 g, etil asetat sebesar 0,55 g – 2,85 g, larutan metanol antara 2,19 g – 10,64 g. Hal ini menunjukkan bahwa hasil ekstrak yang paling banyak terdapat pada larutan metanol. Menurut Sudarmadji et al., (1989), pada umumnya suatu bahan yang memiliki polaritas yang sama dengan pelarutnya akan mudah sekali untuk larut

Uji Kualitatif
Uji kualitatif ini dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya zat aktif antibakteri yang ada pada rumput laut. Uji ini menggunakan rumput laut yang masih segar yang telah dicuci dengan tujuan untuk mmeminimalkan kandungan garam pada rumput laut. Setelah dicuci, rumput laut ditumbuk dengan menggunakan mortar yang steril dengan tujuan agar senyawa aktif pada rumput laut keluar. Rumput laut yang sudah ditumbuk tadi dimasukkan kedalam cawan petri yang telah diolesi bakteri uji secara merata. Setelah itu, cawan petri diinkubasi selama 24 jam dalam suhu ruang. Jika terdapat hambatan maka dapat dipastikan bahwa rumput laut memiliki kandungan senyawa antibakteri.
Dari hasil uji kualitatif dengan sampel rumput laut ternyata menunjukkan hasil negatif pada sampel C. serrulata terhadap bakteri P. aeruginosa, dan M. luteus. E. cottonii terhadap P. aeruginosa, G. Verrucosa terhadap M. luteus. Adanya zona hambatan yang terbentuk membuktikan bahwa rumput laut tersebut memiliki kandungan senyawa bioaktif antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Dapat dikatakan bahwa rumput laut jenis Sargassum crassitolium mampu membentuk zona hambatan terhadap jenis bakteri uji sehingga rumpu laut ini positif memiliki kandungan senyawa bioaktif antibakteri. Menurut  Winoto (1993) dalam Kusumaningrum et al (2007), Sargassum yang didapat dari pantai jepara memiliki senyawa bioaktif bermacam-macam seperti triterpenoid, steroid, dan fenolat dimana senyawa-senyawa tersebut merupakan antimikroba.


Uji Aktivitas Bakteri
Pada uji ini metode yang digunakan adalah metode difusi agar menurut Kirby-Bauer, media agar diinokulasi dengan bakteri uji, lalu disiapkan paper disk yang sudah disterilisasi dengan ukuran 8  mm diletakkan diatas media agar lalu diberi ekstrak kasar sebanyak 10 µl (dari ekstrak senyawa polar, non polar dan semi polar) dengan konsentrasi ekstrak itu sendiri sebanyak 200 µg/disk. Lalu cawan petri tersebut dibungkus dengan plasticwrap dan ditaruh ke dalam inkubator pada suhu 37 untuk disimpan selama 1-3 hari. Luas daerah yang jernih sebagai petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap senyawa antimikroba.
Dari hasil uji Aktivitas antibakteri ekstrak kasar rumput laut menunjukkan bahwa tidak semua ekstrak rumput laut memiliki kandungan bioaktif yang sama, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diuji. Hal ini dibuktikan dengan respon bakteri terhadap perubahan ekstrak rumpu laut kasar berbeda-beda, ditandai dengan adanya peningkatan dan penurunan hambatan pada masa inkubasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daerah penghambatan bakteri itu sendiri seperti sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar.

Uji Fitokimia
Uji ini digunakan untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam suatu bahan. Golongan senyawa yang terdapat pada rumput laut yang diduga dapat bertindak sebagai bioaktif adalah senyawa Alkanoid, Flavonoid, Steroid/ triterpenoid dan Tanin. Menurut Akiyama et al (2001) dalam Farida et al (2010) ke aktifan dari senyawa Alkanoid karena adanya gugus basayang memiliki nitrogen. Gugus basa inilah yang berkontak langsung dengan bakteri dan akan bereaksi dengan senyawa asam amino pada dinding sel bakteri dan DNA bakteri yang merupakan penyusun utama inti sel bakteri. Reaksi ini terjadi secara kimia yang mana suatu senyawa bersifat basa akan bereaksi dengan asam amino sehingga terjadi perubahan susunan pada asam amino sehingga hal ini akan merubah keseimbangan genetik pada DNA sehingga DNA bakteri akan rusak. Jika DNA bakteri rusak maka inti sel bakteri akan mendorong terjadinya lisis pada inti sehingga akan terjadi kerusakan sel yang mengakibatkan sel-sel bakteri tidak mampu melakukan metabolisme. Menurut Sabir (2005), senyawa Flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara yang berbeda seperti menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, mikrosom dan lisosom.
Menurut Assani (1994), saponin dapat merusak membran sitoplasma dan membunuh sel. Selain itu, senyawa steroid/triterpenoid juga memiliki kemampuan sebagai senyawa antibakteri dengan melakukan penghambatan terhadap sintesis protein. Tanin memiliki senyawa fenol yang ada gugus hidroksil didalamnya yang mampu bekerja meninaktifkanbakteri dengan menggunakan perbedaan polaritas antara lipid dengan gugus hidroksi


Kesimpulan dan Saran
Selain memiliki senyawa aktif untuk antibakteri, rumput laut juga memiliki senyawa aktif lain yang dapat digunakan sebagai antifungi, antitumor, antikanker, dan banyak manfaat lainnya. Tidak semua jenis rumput laut memiliki senyawa aktif sebagai antibakteri, jenis rumput laut tertentu saja seperti Sargassum sp. Rumput laut jenis Sargassum sp memiliki kandungan senyawa aktif Alkanoid, Flavonoid, Steroid/triterpenoid dan Tanin yang mampu sebagai senyawa antibakteri.

Penulis ingin menyarankan agar banyak peneliti yang meneliti kembali bahan aktif pada makro alga ini, karena masih banyak senyawa aktif yang belum diketahui dalam jenis alga ini, terutama untuk bidang medis.




















Daftar Pustaka

Anon. 2004. Oseana: Majalah Ilmiah Semi Populer. Volume XXIX (3): 11.

Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Farida, R., Dewa, M. Titis, N dan Endrawati,T. 2010. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, I (7) : 10-25.

Houghton PJ, Raman. 1998. Laboratory handbook for the fractionation of natural extract. London : Chapman & Hall.

Kordi, K. 2010. A to Z Budi Daya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan. Penerbit Andi, Yogyakarta: 226 hlm.

Kusumaningrum I, Rini BH, Sri H. 2007. Pengaruh Perasan Sargassum crassifolium dengan Konsentrasi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill) 15(2).

Sabir A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp terhadap Bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi (Dent J) 38:135-141.

Sudarmadji S, B Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian : Liberty. 171 Hal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar