Ekstrak
Rumput Laut sebagai Antibakteri terhadap Bakteri Penyabab Penyakit Kulit
Alim
Sethiti*
*Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya
Abstrak
Dengan
munculnya berbagai bakteri baru, terutama bakteri penyebab penyakit kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan Micrococcus luteus maka suatu penelitian
menemukan kandungan bioaktif alami pada golongan makro alga atau yang sering
dikenal masyarakat dengan nama rumput laut. Rumput laut memiliki suatu senyawa
aktif yang terkandung didalamnya yang mampu menjadi senyawa antibakteri terhadap
jenis bakteri penyebab penyakit kulit tersebut. Pengolahan senyawa aktif ini
didapat dengan cara ekstraksi kasar rumput laut yang di uji dengan uji
Aktivitas Bakteri, Uji Kualitatif, dan Uji Fitokimia. Ternyata rumput laut
jenis Sarggasum sp ini memiliki kandungan aktif seperti Alkaloid, Flavonoid,
Steroid/triterpenoid, dan Tanin. Senyawa aktif inilah yang mampu menjadi
senyawa antibakteri pada rumput laut.
Kata Kunci : Rumput laut, antibakteri, senyawa
bioaktif, ekstraksi.
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara maritim yang hampir seluruh wilayahnya berupa lautan. 2/3 dari
luas wilayah Indonesia merupakan lautan sehingga Indonesia sangat kaya akan
sumber daya ikannya. Salah satu sumber daya perikanan Indonesia yang akan
dibahas adalah Rumput Laut. Rumput laut atau biasa yang dikenal sebagai makro
alga laut ini sangat besar sekali potensi dan manfaatnya sebagai bahan baku
obat-obatan, kosmetik, dan bahan dasar pangan seperti bahan dasar pembuatan
agar-agar. Rumput laut tersebut masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal
bahkan sering dianggap sebagai sampah yang beserakan dan penggangu bagi nelayan
yang akan berlayar padahal rumput laut ini memiliki komponen bioaktif yang
cukup tinggi (Yulianto, 2007). Dalam dunia medis rumput laut masih jarang sekali
dimanfaatkan, padahal jika diteliti rumput laut ini memiliki senyawa aktif yang
dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab penyakit kulit.
Tentunya
bukan hanya sebagai antibakteri saja, senyawa aktif lain yang ada pada rumput
laut ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai antitumor, antikanker, antifungi,
dan herbisida. Namun, tidak semua jenis rumput laut yang memiliki senyawa aktif
seperti ini hanya beberapa jenis saja seperti rumput laut merah maupun coklat.
Menurut Kordi (2010), masyarakat di daerah pesisir selalu memanfaatka rumput
laut sebagai penanganan obat luar, salah satunya sebagai bahan antiseptik yang
alami dan aman. Selain itu, rumput laut juga sering digunakan sebagai obat
tradisional untuk berbagai jenis penyakit seperti penyakit gondok, batu empedu,
penurun panas, dan eksim.
Seiring
dengan meningkatnya resisten terhadap bakteri di dunia terutama di dunia medis,
maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan jenis obat baru yang mana
merupakan sumber antibakteri. Sumber antibakteri ini terkadang terdapat pada
suatu tumbuhan yang kaya akan senyawa bioaktif yaitu rumput laut. Senyawa
bioaktif dari rumput laut ini dapat dimanfaatkan dengan cara ekstraksi, yaitu
pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut kedalam
pelarut. Menurut Houghton dan Raman (1998), ekstraksi dengan penggunaan pelarut
dilakukan dengan cara mencampurkan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut
selama waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat terhadap residu bahan yang
diekstrak.
Penelitian
terhadap rumput laut ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri
terhadap jenis bakteri tertentu seperti uji terhadap P. aeruginosa, S. epidermidis, dan M. luteus dengan menggunakan ekstrak kasar rumput laut dan untuk
mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak rumput laut dengan
menggunakan uji Fitokimia. Menurut Anon (2004), jenis rumput laut U.
fasciata atau yang biasa disebut sebagai sea vegetabel (sayur laut) ini
bermanfaat sebagai obat antifungi, antibakteri, dan antihipertensi.
PEMBAHASAN
Bahan
yang digunakan
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, adapun bahan-bahan yang digunakan
antara lain :
1.
Caulerpa
serrulata (alga hijau)
2.
Euchema
cottoni (alga merah)
3.
Gracilaria
verrucosa (alga merah)
4.
Sargassum
crassitolium (alga coklat)
5. Bakteri P. aeruginosa
6. Bakteri P. epidermidis
7. Bakteri M. luteus
Metode
yang digunakan oleh peneliti adalah Eksperimental laboratories, data di
analisis secara deskriptif, pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling
purposif.
Pengolahan
Rumput Laut
Rumput
laut yang didapat dipisahkan berdasarkan jenisnya lalu disimpan didalam kantong
plastik. Rumput laut dibersihkan dengan cara disortasi basah lalu di cuci
dengan air yang mengalir. Setelah dibersihkan, rumput laut dikeringkan jangan
sampai terkena cahaya matahari karena akan merusak senyawa aktif secara
langsung dalam rumput laut. Rumput laut dikeringkan dengan cara di
angin-anginkan saja. Setelah kering rumput laut diblender samapai jadi serbuk
yang kasar.
Ekstraksi
Untuk
mendapatkan metabolit sekunder dilakukan dengan cara ekstrasi yaitu dengan cara
ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut seperti n-hexane, etil asetat,
dan metanol. Serbuk rumput laut yang didapat dari blender, masing-masing
direndam selama 24 jam dengan menggunakan n-hexane. Setelah 24 jam, larutan
tersebut difilter dan dipisahkan dari ampasnya dengan penyaringan. Setelah
ampas rumput laut didapat dan benar-benar telah dihilangkan larutan n-hexane
maka ampas selanjutnya di rendam kembali selama 24 jam dengan menggunakan etil
asetat. Begitu seterusnya sampai menggunakan pelarut metanol. Lalu setelah
filtrat diproses segera diuapkan dengan menggunakan vacum evaporator dengan
suhu 40
.

Hasil
ekstraksi rumput laut menunjukan bahwa berat ekstrak rumput laut pada larutan
n-hexane seberat 1,28 g, etil asetat sebesar 0,55 g – 2,85 g, larutan metanol
antara 2,19 g – 10,64 g. Hal ini menunjukkan bahwa hasil ekstrak yang paling
banyak terdapat pada larutan metanol. Menurut Sudarmadji et al., (1989), pada umumnya suatu bahan yang memiliki polaritas
yang sama dengan pelarutnya akan mudah sekali untuk larut
Uji
Kualitatif
Uji
kualitatif ini dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya zat aktif antibakteri
yang ada pada rumput laut. Uji ini menggunakan rumput laut yang masih segar
yang telah dicuci dengan tujuan untuk mmeminimalkan kandungan garam pada rumput
laut. Setelah dicuci, rumput laut ditumbuk dengan menggunakan mortar yang
steril dengan tujuan agar senyawa aktif pada rumput laut keluar. Rumput laut
yang sudah ditumbuk tadi dimasukkan kedalam cawan petri yang telah diolesi
bakteri uji secara merata. Setelah itu, cawan petri diinkubasi selama 24 jam
dalam suhu ruang. Jika terdapat hambatan maka dapat dipastikan bahwa rumput
laut memiliki kandungan senyawa antibakteri.
Dari
hasil uji kualitatif dengan sampel rumput laut ternyata menunjukkan hasil
negatif pada sampel C. serrulata terhadap bakteri P. aeruginosa, dan M. luteus.
E. cottonii terhadap P. aeruginosa, G. Verrucosa terhadap M. luteus. Adanya
zona hambatan yang terbentuk membuktikan bahwa rumput laut tersebut memiliki
kandungan senyawa bioaktif antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Dapat dikatakan bahwa rumput laut jenis Sargassum crassitolium
mampu membentuk zona hambatan terhadap jenis bakteri uji sehingga rumpu laut
ini positif memiliki kandungan senyawa bioaktif antibakteri. Menurut Winoto (1993) dalam Kusumaningrum et al
(2007), Sargassum yang didapat dari pantai jepara memiliki senyawa bioaktif
bermacam-macam seperti triterpenoid, steroid, dan fenolat dimana
senyawa-senyawa tersebut merupakan antimikroba.
Uji
Aktivitas Bakteri
Pada
uji ini metode yang digunakan adalah metode difusi agar menurut Kirby-Bauer,
media agar diinokulasi dengan bakteri uji, lalu disiapkan paper disk yang sudah
disterilisasi dengan ukuran 8 mm
diletakkan diatas media agar lalu diberi ekstrak kasar sebanyak 10 µl (dari
ekstrak senyawa polar, non polar dan semi polar) dengan konsentrasi ekstrak itu
sendiri sebanyak 200 µg/disk. Lalu cawan petri tersebut dibungkus dengan
plasticwrap dan ditaruh ke dalam inkubator pada suhu 37
untuk disimpan selama 1-3 hari. Luas daerah
yang jernih sebagai petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap senyawa
antimikroba.

Dari
hasil uji Aktivitas antibakteri ekstrak kasar rumput laut menunjukkan bahwa
tidak semua ekstrak rumput laut memiliki kandungan bioaktif yang sama, yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diuji. Hal ini dibuktikan dengan
respon bakteri terhadap perubahan ekstrak rumpu laut kasar berbeda-beda,
ditandai dengan adanya peningkatan dan penurunan hambatan pada masa inkubasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daerah penghambatan bakteri itu sendiri
seperti sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan
difusi agar.
Uji
Fitokimia
Uji
ini digunakan untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam suatu bahan.
Golongan senyawa yang terdapat pada rumput laut yang diduga dapat bertindak
sebagai bioaktif adalah senyawa Alkanoid, Flavonoid, Steroid/ triterpenoid dan
Tanin. Menurut Akiyama et al (2001) dalam Farida et al (2010) ke aktifan dari senyawa Alkanoid karena adanya gugus
basayang memiliki nitrogen. Gugus basa inilah yang berkontak langsung dengan
bakteri dan akan bereaksi dengan senyawa asam amino pada dinding sel bakteri
dan DNA bakteri yang merupakan penyusun utama inti sel bakteri. Reaksi ini
terjadi secara kimia yang mana suatu senyawa bersifat basa akan bereaksi dengan
asam amino sehingga terjadi perubahan susunan pada asam amino sehingga hal ini
akan merubah keseimbangan genetik pada DNA sehingga DNA bakteri akan rusak.
Jika DNA bakteri rusak maka inti sel bakteri akan mendorong terjadinya lisis
pada inti sehingga akan terjadi kerusakan sel yang mengakibatkan sel-sel
bakteri tidak mampu melakukan metabolisme. Menurut Sabir (2005), senyawa
Flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara yang berbeda seperti
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, mikrosom dan
lisosom.
Menurut
Assani (1994), saponin dapat merusak membran sitoplasma dan membunuh sel.
Selain itu, senyawa steroid/triterpenoid juga memiliki kemampuan sebagai
senyawa antibakteri dengan melakukan penghambatan terhadap sintesis protein.
Tanin memiliki senyawa fenol yang ada gugus hidroksil didalamnya yang mampu
bekerja meninaktifkanbakteri dengan menggunakan perbedaan polaritas antara
lipid dengan gugus hidroksi
Kesimpulan
dan Saran
Selain
memiliki senyawa aktif untuk antibakteri, rumput laut juga memiliki senyawa
aktif lain yang dapat digunakan sebagai antifungi, antitumor, antikanker, dan
banyak manfaat lainnya. Tidak semua jenis rumput laut memiliki senyawa aktif
sebagai antibakteri, jenis rumput laut tertentu saja seperti Sargassum sp. Rumput
laut jenis Sargassum sp memiliki kandungan senyawa aktif Alkanoid, Flavonoid,
Steroid/triterpenoid dan Tanin yang mampu sebagai senyawa antibakteri.
Penulis
ingin menyarankan agar banyak peneliti yang meneliti kembali bahan aktif pada
makro alga ini, karena masih banyak senyawa aktif yang belum diketahui dalam
jenis alga ini, terutama untuk bidang medis.
Daftar
Pustaka
Anon. 2004. Oseana:
Majalah Ilmiah Semi Populer. Volume XXIX (3): 11.
Assani, S. 1994.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Farida, R.,
Dewa, M. Titis, N dan Endrawati,T. 2010. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum)
Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, I (7) : 10-25.
Houghton PJ,
Raman. 1998. Laboratory handbook for the fractionation of natural extract.
London : Chapman & Hall.
Kordi, K. 2010.
A to Z Budi Daya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan. Penerbit
Andi, Yogyakarta: 226 hlm.
Kusumaningrum I,
Rini BH, Sri H. 2007. Pengaruh Perasan Sargassum crassifolium dengan
Konsentrasi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L)
Merill) 15(2).
Sabir A. 2005.
Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp terhadap Bakteri Streptococcus
mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi (Dent J) 38:135-141.
Sudarmadji
S, B Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian :
Liberty. 171 Hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar