ANALISIS SENSORI BAKSO IKAN PATIN DENGAN UJI RANKING
Alim Sethiti*
*Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya
BAB
I
PENDAHULUAN
Ikan
merupakan salah satu bahan pangan yang megandung protein yang tinggi dan sangat
penting bagi tubuh manusia. Namun tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia msih
berada jauh dibawah target, bahkan jauh lebih rendah dari tingkat konsumsi per
kapita dari penduduk negara – negara yang memiliki potensi perikanan yang
sangat kecil dari Indonesia seperti Jepang, Thailand, Malaysia dan Amerika
Serikat. (Sahubawa et al., 2006).
Rendahnya
tingkat konsumsi ikan di Indonesia disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat
dalam gemar memakan ikan, kurang memahami nilai gizi ikan, dan pentingnya ikan
bagi kesehatan manusia, terbatasnya produk olahan perikanan yang disukai oleh
masyakakat, dan anggapan beberapa kelompok manusia bahwa ikan menimbulkan
alergi. Untuk meningkatkan nilai konsumsi masyarakat terhadap ikan, maka perlu
dilakukan diversivikasi olahan produk. Melalui diversivikasi produk dapat
dikembangkan berbagai macam bentuk dan cita rasa perikanan yang digemari dan
disukai oleh masyarakat. Salah satunya adalah bakso ikan. (Sahubawa, 2003).
Bakso daging
ikan sudah mulai dikenal dan digemari. Potensi ekspornya juga cukup tinggi
antara lain ke Hongkong, Singapura, Taiwan dan Kanada. Bakso ikan untuk ekspor
dipersyaratkan warnanya harus putih bersih, tekstur kompak dan kenyal tapi
tidak membal seperti karet, juga tidak rapuh atau lembek, selain itu bakso ikan
harus awet dan tahan lama (Irawati, 2005). Bakso ikan yang dibuat berasal dari
daging ikan patin, karena kandungan protein yang cukup tinggi sekitar 68.8% (
Marpaung dan asmaida, 2011).
Untuk menilai
mutu dan kualitas bakso ikan patin hal yang mudah dilakukan adalah dengan
pengujian organoleptik. Parameter sensoris utama yang perlu dinilai antara lain
: kenampakan warna, bau, rasa dan tekstur. Penilaian dengan organoleptik yang
juga disebut dengan penilaian organoleptik atau penilaian sensoris, merupakan
peni laian yang biasa diterapkan pada komoditi hasil pertanian, perikanan dan
lain-lain. Selanjutnya hasil organoleptik diolah kedalam uji ranking.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sifat Organoleptik Pada
Bakso Ikan?
2. Bagaimana Pengujian Organoleptik
Berdasarkan Uji Diskriptif?
3. Bagaimana Analisa Organoleptik Bakso
Ikan Patin Dengan Menggunakan Uji Ranking?
1.3
Tujuan
1. Untuk Mendiskribsikan Sifat Organoleptik
Pada Bakso Ikan.
2. Untuk Mendiskribsikan Pengujian
Organoleptik Berdasarkan Uji Diskriptif.
3. Untuk Mendiskribsikan Analisa Organoleptik
Bakso Ikan Patin Dengan Menggunakan Uji Ranking.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sifat Organoleptik Pada Bakso Ikan
Cara yang paling
mudah untuk menilai mutu bakso adalah dengan menilai mutu organoleptik.
Parameter sensoris utama yang perlu dinilai , yaitu :kenampakan warna, bau,
rasa dan tekstur. Parameter – parameter tersebut diujikan kepada panelis yang
terlatih untuk mengetahui tingkat mutu dan kualitas bakso ikan.
Penilaian dengan
organoleptik yang juga disebut dengan penilaian organoleptik atau penilaian
sensoris, merupakan peni laian yang biasa diterapkan pada komoditi hasil
pertanian yang di dalamnya menyangkut hasil-hasil peternakan, dalam tingkat
kesukaan konsumen terhadap hasil olahan daging. Pembuatan bakso diharapkan
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh konsumen. Kesesuaian dengan apa yang dikehendaki
oleh konsumen, meliputi : bau (aroma), rasa dan tekstur.
Bau (aroma)
merupakan sesuatu yang diamati dengan indera penciuman. Aroma dan rasa bakso
daging sapi cenderung berasal dari kandungan lemak daging dari bahan penyusun
bakso tersebut. Rasa, dinilai dengan indera pengecap yang pada dasarnya dibagi menjadi
empat kriteria rasa, meliputi : rasa asin, rasa pahit, rasa asam dan rasa manis.
Penentuan rasa bakso daging sapi merupakan gabungan dari berbagai rasa bahan
penyusun secara terpadu yang menjadi ciri khas bakso daging sapi. (Kartika, et
al, 1988). Dan menurut Desrosier (1988) bau (aroma) dan rasa tersebut merupakan
komponen cita rasa.
Tekstur
merupakan sensasi tekanan yang diamati dengan gigi pada saat menggigit,
mengunyah dan menekan dengan menggunakan perasaan jari tangan. Kesan keempukan
secara keseluruhan, meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek penilaian.
Pertama, kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam daging; Kedua, mudahnya daging
dikunyah menjadi fragmen / potongan potongan yang lebih kecil dan; Ketiga,
jumlah residu yang tertinggal setengah pengunyahan.
2.2
Pengujian Organoleptik Berdasarkan Uji Diskriptif
Evaluasi sensori atau
organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk
mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Penerimaan
konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan,
flavor dan tekstur. Oleh karena pada akhirnya yang dituju adalah penerimaan
konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan panelis (pencicip yang telah
terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan dalam
menilai mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur daya simpannya atau dengan
kata lain untuk menentukan tanggal kadaluwarsa makanan. Pendekatan dengan
penilaian organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya.
Uji
deskripsi didisain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat sensori.
Dalam kelompok pengujian ini dimasukkan rating atribut mutu dimana suatu
atribut mutu dikategorikan dengan suatu kategori skala (suatu uraian yang menggambarkan
intensitas dari suatu atribut mutu) atau dapat juga “besarnya” suatu atribut
mutu diperkirakan berdasarkan salah satu sampel, dengan menggunakan metode
skala rasio.
Uji
deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik sensori yang penting
pada suatu produk dan memberikan informasi mengenai derajat atau intensitas
karakteristik tersebut. Uji ini dapat membenatu mengidentifikasi variabel bahan
tambahan (ingredien) atau proses yang berkaitan dengan karakteristik sensori
tertentu dari produk. Informasi ini dapat digunakan untuk pengembangan produk
baru, memperbaiki produk atau proses dan berguna juga untuk pengendalian mutu
rutin.
Uji
deskriptif tgerdiri atas Uji Scoring atau Skaling, Flavor Profile & Texture
Profile Test dan Qualitative Descriptive Analysis (QDA). Uji skoring dan
skaling dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang
dihubungkan dengan desnripsi tertentu dari atribut mutu produk. Dalam sistem
skoringf, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan
meningkat atau menurun.
Pada
Uji flavor/texture Profile, dilakukan untuk menguraikan karakteristik aroma dan
flavor produk makanan, menguraikan karakteristik tekstur makanan. Uji ini dapat
digunakan untuk mendeskripsikan secara komplit suatu produk makanan, melihat
perbedaan contoh diantara group, melakukan identifikasi khusus misalnya
off-flavor dan memperlihatkan perubahan intensitas dan kualitas tertentu. Tahap
ujinya meliputi : Orientasi sebelum melakukan uji, tahap pengujian dan tahap
analisis dan interpretasi data.
2.3 Analisa
Organoleptik Bakso Ikan Patin Dengan Menggunakan Uji Ranking
Analisa sensori pada
bakso ikan patin dengan uji deskriptif khususnya dengan menggunkan uji ranking,
parameter yang akan dianalisis adalh tekstur daging bakso ikan patin. Dalam hal
ini yang dianalisis adalah keempukan daging dari bakso ikan patin berdasarkan
uji ranking.
Uji ranking ini
digunakan untuk membandingkan tekstur daging bakso ikan patin dengan
konsentrasi daging ikan patin yang berbeda beda yang ditambahkan ke dalam
bakso. Dalam uji ini diambil contoh sampel konstrasi daging ikan patin yang
berbeda – beda yaitu 5%, 10%, 15%, dan 20% ditambahkan ke dalam bakso.
Setelah sampel bakso
siap dengan konsentrasi daging yang berbeda – beda, maka sampel di beri kode
yang berbeda sebelum dilakukan pengujian. Lalu diambil beberapa orang panelis
untuk melakukan uji, tergantung berapa kali ulangan yang perlu dilakukan untuk
pengujian. Setelah didapatkan panelis terlatih dengan jumlah yang diinginkan
lalu panelis di beri tabel score sheet untuk pengisian hasil uji sensoris bakso
ikan patin dengan uji ranking. Setelah panelis mengisi nilai di tabel score
sheet (gambar 1) lalu hasil di tabulasikan dan ditarik kesimpulan

Gambar
1. Formulir uji ranking. (Sumber : ebookpangan.com, 2006)
Sebagai contoh analisis sensoris tekstur keempukan
daging bakso ikan patin, diambil 8 panelis secara acak dan didapatkan data dari
panelis sebagai berikut :
Misalnya hasil pengujian menggunakan uji ranking dengan 4
sampel dengan konsentrasi daging ikan patin yang berbeda – beda, adalah sebagai
berikut :
Panelis
diminta untuk mengurutkan keempukan bakso ikan patin dimulai dari yang paling
empuk.
Panelis
|
A
|
B
|
C
|
D
|
P1
|
1
|
2
|
3
|
4
|
P2
|
1
|
3
|
2
|
4
|
P3
|
3
|
1
|
2
|
4
|
P4
|
2
|
1
|
4
|
3
|
P5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
P6
|
1
|
2
|
3
|
4
|
P7
|
1
|
2
|
3
|
4
|
P8
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Total
|
14
|
16
|
22
|
28
|
Keterangan : 1. Paling empuk ; 2. Empuk ; 3. Keras (alot)
; 4. Paling alot
Dari data diatas maka dapat diolah dan didapatkan
hasil sebagai berikut :
Jumlah panelis = 8
Jumlah sampel = 4
Range pada tabel Cramer 5% = 13 – 27
a. Produk
A
Range : 13 - 14 – 27 =
13 < 14 < 27, maka produk A tingkat tekstur terdapat dalam range atau
tidak beda nyata.
b. Produk
B
Range : 13 - 16 – 27 = 13 < 16 < 27, maka produk B
tingkat tekstur terdapat dalam range atau tidak beda nyata.
c. Produk
C
Range : 13 – 22 – 27 =
13 < 22 < 27, maka produk C tingkat tekstur terdapat dalam range atau
tidak beda nyata.
d. Produk
D
Range : 13 – 28 – 27 =
13 > 28 > 27, maka produk D tingkat tekstur terdapat diluar range atau
ada beda nyata.
Sehingga urutan
penjenjangan
A = B = C < D à
14 = 16 = 22 < 28
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa keempukan tekstur dagingn produk D paling tinggi karena
berada diatas range 13 – 27 sebagai ranking 1. Sedangkan produk A, B, dan C
berada dalam range 13 – 27 maka keempukan tektur dagingnya berada pada ranking
2.
Sample yang mempunyai
ranking pertama dari tiga tingkatan ranking menghasilkan nilai 0.85. Jika
mengkonversi ranking selanjutnya maka ranking kedua (sari 3 tingkatan) akan
mempunyai nilai 0 dan tingkat ketiga akan mempunyai nilai negative dari nilai
ranking pertama. (Ebookpangan.com 2006)
Pengukuran keempukan
pada daging dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan menggukan
organoleptik dengan panelis terlatih. ( Suryanti et al., 2005)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Penduduk Indonesia masih memiliki
tingkat konsumsi ikan yang yang paling rendah dari pada penduduk negara –
negara dengan potensi perikanan yang rendah. Sehingga perlu dilakukan
diversifikasi produk perikanan salah satunya bakso ikan patin.
·
Untuk mengetahui mutu atau kualitas
suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan uji oraganoleptik, karena uji ini
selain mudah juga efiensi waktu.
·
Parameter sensoris utama yang perlu
dinilai dari bakso ikan patin antara lain : kenampakan warna, bau, rasa dan
tekstur.
·
Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji
organoleptik, yaitu uji pembedaan (discriminative test), uji deskripsi
(descriptive test) dan uji afektif (affective test).
3.2 Saran
Saran yang bisa penulis sajikan
dalam paper ini adalah agar lebih menambah informasi-informasi. Selanjutnya
agar paper ini dapat digunakan dengan sebaik mungkin sebagai sumber tambahan
pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Cetakan I,
U.I, press. Jakarta.
Ebookpangan.com.
2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi
Sensori) Dalam Industri Pangan.
Hasrati, Endah dan Rusnawati, Rini.
2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn) Terhadap Tekstur
Dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi. Agromedia. Vol. 29, No. 1 Maret 2011 : Semarang.
Kartika, B., Puji, A. dan Supartono. 1988.
Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Proyek Peningkatan Pengembangan
Perguruan Tinggi, UGM, Yogyakarta, Kacaribu, J.K.K, 2008.
Marpaung, Ridawati dan Asmaida. 2011. Analisis
Organoleptik Pada Hasil Olahan Sosis Ikan Air Laut Dan Air Tawar.
Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi Vol.11 No.3.
Sahubawa, L.
2003. Tingkat prefference konsumen
terhadap ikan sebagai sumber protein hewani berkualitas. Bahan kuliah teknologi
pegolahan hasil perikanan dan kelautan UGM : Yogyakarta.
Sahubawa , L.,
Budhiyanti, Siti Ari. dan Aprianti, N. S. 2006. Pengaruh komposisi tepung tapioka
dan daging serpih marlin hitam terhadap karakteristik dan tingkat kesukaan Fish
Nugget. Jurnal Perikanan VIII (2) : 273 – 281.
Suryanti, Tuti., Arief, Irma. I. dan Bernadeth N.P.
2005. Korelasi dan Kategori keempukan
Daging Berdasarkan Pengujian Menggunakan Alat dan Panelis. Animal Production. Vol 10 (3). September
2008 : 188 – 193